Humaniora

Profil Damianus Nadu, Penjaga Hutan Adat Pikul-Pengajid Kalbar

×

Profil Damianus Nadu, Penjaga Hutan Adat Pikul-Pengajid Kalbar

Sebarkan artikel ini

Pancar.id, Kalimantan Barat – Namanya Damianus Nadu. Ia dikenal sebagai pahlawan lingkungan sekaligus penjaga hutan adat di kawasan Kalimantan Barat. Tak tanggung-tanggung, dalam mempertahankan hutan warisan nenek moyangnya itu, ternyata Nadu pernah menghadapi pasukan bersenjata.

Diceritakan di masa lalu, dalam mempertahankan Hutan Adat Gunung Pikul-Pengajid, Desa Sahan, Kecamatan Seluas, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat, Nadu harus menghadapi bahaya yang sampai mengancam nyawanya sendiri.

Tercatat sejak awal 1980-an, Damianus Nadu sudah memulai upayanya dalam mempertahakan hutan adat warisan para leluhurnya dari perusahaan kayu unit usaha militer Zaman Orde Baru. 

Di mana wilayah operasinya di sepanjang perbatasan Malaysia-Indonesia yaitu PT. Yamaker yang tidak lain wilayahnya itu meliputi daerah Dusun Melayang, Desa Sahan, Kecamatan Seluas, Kabupaten Bengkayang saat ini.

Perjuangannya itu bukanlah hal yang mudah bagi Damianus Nadu untuk menghadapi perusahaan milik militer. Di mana ia harus memasang badan dan berhadapan langsung dengan aparat agar hutan adatnya jangan sampai diambil oleh perusahaan. 

Hal itu dikarenakan wilayahnya termasuk yang dilegalkan oleh PT. Yamaker. Beberapa perusahaan itu juga tidak ada hentinya dengan datang dan berusaha untuk mengambil kayu di kawasan hutan adat Pangajid Pikul. 

Meskipun begitu, Damianus Nadu juga tidak ada hentinya juga dalam memimpin komunitas yang ada di kampungnya untuk turun mengangkat senjata api (lantak) dan juga mandau menyerang fasilitas-fasilitas perusahaan agar mundur dari wilayah hutan Pikul Pangajid. 

Atas jasanya dalam melestarikan Hutan Adat Pikul inilah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memberikannya penghargaan Kalpataru 2021. Tercatat pada 2019, Nadu berhasil menerima penghargaan dari KLHK untuk kategori tokoh perhutanan sosial.

Tak hanya Kalpataru yang diraihnya, kini Hutan Adat Pikul Pangajid yang dijaganya itu telah menyimpan berbagai kekayaan akan hutan alam Kalimantan. Setidaknya terdapat 99 jenis pohon langka di hutan adat ini mulai dari, Meranti, Tengkawang, teradu, Gambri, Ulin dan berbagai jenis pohon khas Kalimantan lainnya. 

Baca: Kisah Mbah Sadiman, Sang Pahlawan Penghijauan

Hutan adat itu juga turut menyimpan 28 jenis jamur, puluhan macam anggrek, tanaman rempah dan lain sebagainya. Terlebih lagi, dengan adanya hutan yang terus terjaga ini, membuat ketersediaan sumber air tak berkurang dan selalu ada di hutan adat tersebut. 

Setidanyanya juga ada 6 air terjun di Dusun Melayang, Desa Sahan, Kecamatan Seluas yang tidak pernah kekeringan dikarenakan hutan adatnya selalu menjadi penyedia air yang berlimpah.

Seiring berjalannya waktu, berkat perjuangannya kini Damianus Nadu merasa lega dikarenakan adanya kepastian hukum yang diberikan oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup Republik Indonesia melalui SK 1300/MENLHK-PSKL/PKYHA/PSL.1/3/2018 tentang kawasan Hutan Adat Pikul Pangajid yang luasnya sampai dengan 100 hektare.

Saat ini, Hutan Adat Pikul pun menjadi tempat penelitian bagi Universitas Tanjungpura. Selain itu, hutan adat ini juga menyimpan tengkawang, pohon dilindungi dengan buahnya yang bisa dimanfaatkan menjadi produk laku jual oleh masyarakat Dusun Melayang namun tetap ramah lingkungan.

Hutan Adat Pikul juga tetap lestari dikarenakan masyarakat setempat hingga saat ini masih menghormati hukum adat dengan otoritas Ketua Masyarakat Hukum Adat (MHA) Dayak Bakati Rara Dusun Melayang. Jadi, barangsiapa yang sengaja menebang tanpa seizin tetua adat dan tidak sesuai kebutuhan, maka sanksi adat akan diberlakukan. 

Jika memang masyarakat benar-benar memerlukan pohon di hutan, maka ia harus mengajukan surat tertulis kepada otoritas adat. Sementara itu, untuk pohon yang tumbang secara alamiah boleh dimanfaatkan, akan tetapi juga perlu seizin otoritas adat dan sesuai dengan kebutuhan. 

Sekalipun pohon itu tumbang sendiri tanpa ditebang juga tidak boleh dibisniskan. Selanjutnya, kegiatan di dalam hutan juga dibatasi. Untuk kegiatan yang boleh dilakukan di dalam hutan adalah fasilitas kegiatan ibadah, fasilitas penanggulangan bencana, dan fasilitas umum yang tidak merusak hutan. 

Namun untuk panen buah tengkawang, siapa saja boleh memanennya tanpa perlu upacara adat, asalkan dia tidak memanjat pohonnya, tidak merusak, apalagi menebang. Sanksi adat bagi pelanggar aturan itu merupakan ganti rugi sebanyak dua kali biaya pengukuhan hutan adat pada 15 September 2000 yang menggunakan ukuran babi 80 kg.

Hutan adat tersebut diketahui dikukuhkan pada 2000. Barulah setelah itu, diterbitkan Surat Keputusan (SK) pengukuhan Hutan Adat dari Bupati Jakobus Luna pada 2002 dan SK dari Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar pada 2018.

Silakan tonton berbagai video menarik di sini:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!