Judul: Sex in Chatting
Penulis: Ruwi Meita
Penerbit: Tania Books
Terbit: 2008
Halaman: 344
Pancar.id – Buku Sex in Chatting sebenarnya saya lahap sewaktu baru duduk di bangku SMP. Memang boleh dikatakan usia yang jauh dibawah legal untuk membaca buku dengan judul demikian. Namun, pepatah menyebut don’t judge the book by its title itu benarlah adanya. Sebab alih-alih membahas kehidupan urban dengan sisi yang ‘liar’, buku ini justru memuat kisah kriminal tentang kematian seorang pekerja seks komersial. Ya, walaupun memang agak nganu buat dibaca anak remaja.
Buku ini dimulai dengan kematian seorang pekerja seks komersial bernama Eva dan Burhan, teman dekatnya yang cukup kemayu. Mereka ditemukan meninggal di sebuah kamar hotel. Saat ditemukan, kondisi Eva dalam keadaan bersih. Namun Burhan sebaliknya. Ditemukan jejak dari lelaki di tubuh laki-laki itu. Sebagai pembuka, ini mengundang rasa penasaran. Bagaimana bisa? Apa motifnya?
Fokus cerita beralih pada Kayla, adik semata wayang Eva yang masih berkuliah. Bersama polisi, dia berusaha mengorek informasi yang akan membawa mereka pada benang merah pembunuhan ini. Namun kendati mengetahui pekerjaan kakaknya, Kayla sama sekali alfa seperti apa dan bagaimana kakaknya dalam bekerja. Dia hanya tahu jika kakaknya berusaha keras menjadi tulang punggung untuk menghidupinya setelah kepergian orang tua mereka.
Selama menekuni pekerjaan itu, Eva melakukan transaksi via chatting. Dia dapat bebas memilah dan memilih pelanggannya tanpa orang-orang tahu kalau dia merupakan perempuan seperti ‘itu’. Dari chat-chat itu, Kayla akhirnya menemukan satu pelanggan bernama Andre. Menariknya lagi, Burhan ternyata diam-diam membuat akun yang mengatasnamakan Kayla, lengkap menggunakan fotonya, untuk berkomunikasi dengan Andre.
Dengan kata lain, Burhan membuat sebuah akun alter dengan persona sebagai Kayla. Burhan jelas menyukai Andre, dan hal itu dilakukannya semata-mata agar Andre membalas pesannya. Kasus ini kemudian mengerucut pada Andre, boleh jadi Andre-lah dalang di balik pembunuhan tersebut. Namun suatu ketika, saat sedang dicari-cari polisi, Andre menghubungi Kayla dan meminta bertemu secara tatap muka. Tanpa polisi.
Baca : Paranoid, Menghadapi Ketakutan yang Menghantui
Kayla lantas menyanggupi. Lewat pertemuan itu, Andre bercerita panjang-lebar tentang Eva, pun tentang malam terakhir mereka sebelum Eva ditemukan meninggal keesokan harinya. Namun Andre bukan pembunuhnya lantaran dia sendiri cukup menyukai Eva. Sampai akhirnya teka-teki itu terjawab, dalangnya adalah tunangan Andre sendiri. Kendati perempuan, dia cukup kuat melakukan semuanya sendirian. Sebab semasa kecil pun, dia pernah membunuh anjing hanya karena terlalu kencang memeluknya.
Kemunculan sesosok perempuan itu memang tidak disangka-sangka. Namun terasa masuk akal. Dia sudah lama mengetahui Andre telah mengkhianatinya dan pembunuhan itu dilakukannya untuk tetap menjaga nama baik Andre, sekaligus menyingkirkan orang ketiga di antara mereka. Pun barangkali sebagai upaya menunjukkan emosi yang sudah lama dipendam perempuan itu.
Buku ini cukup untuk membuat saya puas saat selesai membacanya. Walau ditulis dengan alur maju-mundur, namun tidak mengaburkan kerunutan ceritanya. Penulis mungkin telah melakukan riset panjang dan mendalam sebelum menulis kisah ini. Ditambah dengan twist ending yang berkesan.
Lewat buku ini, penulis secara tak langsung mengedukasi pembaca perihal kejahatan cyber yang hadir dalam bentuk tak disangka-sangka. Dari sekadar chatting untuk mencari pelanggan, justru malah berujung kematian. Sex in Chatting juga mengajarkan pembaca untuk lebih piawai menjaga diri sehingga tidak terjerumus pada hal-hal yang kurang baik.
Hal lain yang saya tarik dari buku ini adalah setiap manusia punya dua sisi; baik dan buruk. Orang baik tentu punya keburukan, orang yang berkelakuan buruk pasti punya sisi baik. Manusia yang kini baik mungkin punya masa lalu yang buruk. Begitu juga sebaliknya.