Pancar.id, Papua – Sama halnya dengan daerah lain, Papua juga punya panganan khas daerah yang tidak kalah unik dan menarik untuk dicoba. Namun, tak semua orang mungkin berani mencicipinya, terutama bagi mereka yang mengidap phobia terhadap ulat.
Makanan asal Papua ini adalah ulat sagu. Dilihat dari namanya, ulat ini umumnya memang hidup pada batang pohon sagu. Menurut laman Tempo, sagu sendiri adalah makanan pokok manusia prasejarah di Papua saat itu. Ulat sagu menjadi salah satu makanan yang dihasilkan dari pohon tersebut dan dipercaya oleh masyarakat suku Kamoro sebagai panganan yang membuat mereka sehat lantaran kaya akan vitamin.
Memang benar, ulat sagu banyak dikonsumsi lantaran mengandung protein tinggi, mencapai 32,54 persen pada setiap satuannya. Dalam 100 gram, terkandung 181 kalori dengan 13,1 gram lemak dan 6,1 gram protein. Vitamin lain yang terkandung di dalamnya adalah asam glutamate, asam aspartate, lisin, metionin, dan tirosin.
Umumnya, ulat sagu berukuran 3-4 sentimeter dengan warna putih agak kecokelatan. Kelezatan makanan ini terletak pada telur yang menetas pasca batang sagu membusuk, sehingga banyak kumbang Rhynchophorus ferrugineus bertelur di tempat itu.
Baca: Hal yang Tak Berubah dari Lontong Kari Kebon Karet Bandung
Keunikan dan segudang kandungan itulah yang membuat ulat sagu jadi incaran para pelancong, baik dari domestik dan mancanegara, saat berkunjung ke Papua. Masyarakat asli Sentani, khususnya perempuan pasca melahirkan, biasa mengkonsumsi ulat sagu karena dipercaya berkhasiat mempercepat proses pemulihan pasca persalinan.
Dalam beberapa kasus, tingginya kandungan protein dalam ulat sagu justru dapat memicu reaksi alergi berupa ruam merah serta gatal. Namun bukan berarti ulat sagu selalu memunculkan dampak itu ketika dikonsumsi. Cara mengkonsumsinya bisa dengan dimakan langsung ataupun diolah menjadi masakan.
Salah satu olahan berbahan ulat sagu ini adalah ulat sagu apatar yang bisa dijumpai di Inanwatan, Sorong Selatan, Papua. Ulat sagu apatar diolah dengan mencampurkan ulat sagu dengan kanji, lantas dibungkus menggunakan daun sagu dan dibakar selama 15-25 menit. Baru setelahnya olahan sagu ini bisa langsung disantap dan dirasakan kelezatannya.
Selain dijadikan olahan apatar, ulat sagu juga bisa disajikan sebagai menu lain. Misalnya sate ulat sagu, tumis ulat sagu, ulat sagu goreng, ulat sagu bumbu kuning, hingga disuguhkan dalam menu sushi bersama dengan potongan-potongan serangga lain.
Silakan tonton berbagai video menarik di sini: