Sketsa

Mendalami Konflik Psikologis dalam 9 dari Nadira

×

Mendalami Konflik Psikologis dalam 9 dari Nadira

Sebarkan artikel ini
Mendalami Konflik Psikologis dalam 9 dari Nadira

Judul: 9 dari Nadira

Penulis: Leila S. Chudori

Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)

Terbit: 2009

Halaman: 282

Pancar.id – 9 dari Nadira berisi sembilan kumpulan cerita pendek (cerpen) yang dibuat oleh Leila S. Chudori. Empat dari sembilan cerita pendek itu sebenarnya telah dimuat di dua media; dua cerpen di majalah Matra dan dua cerpen lain di majalah Horison. Kumpulan cerpen ini boleh dibilang sangat lekat dengan getir dan kesedihan.

Nadira Suwandi, tokoh sentral dalam cerita ini, adalah seorang wartawan di majalah Tera. Nadira seakan-akan dipaksa untuk menerima kenyataan jika ibunya, Kemala, tewas bunuh diri di lantai rumah mereka sendiri. Kematian Kemala membuat Nadira bertanya-tanya sebab ibunya adalah pribadi yang ekspresif dan punya pikiran bebas.

Kematian Kemala memengaruhi Nadira, baik sebagai seorang anak, seorang istri, seorang kekasih, dan juga seorang wartawan. Kesedihan tersebut membuat ia melampiaskannya pada pekerjaan, dia bekerja tak kenal waktu dan tak pernah pulang ke rumah lantaran suasananya masih menggambarkan kematian ibunya. Dia jadi bulan-bulanan sebab sering bermalam di kolong meja kantor.

Utara Bayu, atasan Nadira di majalah Tera yang juga menaruh hati padanya kerap membiarkan Nadira larut dalam kesedihan. Berbanding terbalik dengan Niko, laki-laki yang kelak kemudian menjadi suaminya, membawa Nadira keluar dari kungkungan kesedihan tersebut. Sedikit-banyak Niko membuat Nadira lupa pada kematian ibunya. Namun, tanpa sadar Nadira juga menjadi bukan dirinya sendiri. Dia terlalu memaksakan diri agar cocok dengan Niko.

Baca: Kambing dan Hujan; Sebuah Roman Dua Ormas dalam Satu Cinta

Buku ini banyak memuat konflik psikologis dari tiap tokohnya. Seperti dalam cerpen berjudul Nina dan Nadira, dimana Nina, kakak Nadira, menikah dengan Gilang Sukma yang bekerja sebagai koreografer. Gilang punya rekam jejak yang buruk; tiga kali menikah, tiga kali bercerai, dan punya pacar di mana-mana. Alasan Nina tetap mau dengan Gilang justru karena merasa tersaingi oleh Nadira yang berprestasi sejak masih remaja. Dengan Gilang yang merupakan seorang seniman besar membuat Nina merasa punya sesuatu untuk dibanggakan.

Kematian Kemala ibarat gerbang yang membuka konflik-konflik lain yang tersembunyi dalam kehidupan masing-masing tokoh yang berkaitan dengan keluarganya. Sehingga kesedihan dan kegetiran dalam buku ini bisa sangat dirasakan oleh pembaca. Penulis mahir membingkai konflik-konflik tersebut menjadi sesuatu yang bisa didalami dan ditelusuri.

Hal yang paling saya sukai dari buku-buku Leila adalah adanya muatan feminisme. Dalam buku ini isu feminisme ada dalam diri Kemala dan anak-anaknya. Dimana Kemala adalah pribadi yang penuh kebebasan, namun berakhir menjadi ibu rumah tangga bagi tiga orang anak. Lalu Nina dan Nadira sebagai pribadi yang tak terikat tradisi lokal dan sangat bebas memilih pendidikan.

Sebagaimana karya Leila yang lain, buku ini juga memasukkan isu politis dan hikayat pewayangan dari sisi yang berbeda. Penulis cukup piawai memasukkan isu-isu tersebut untuk menghidupkan cerita, hanya saja buku ini ditulis secara maju-mundur sehingga pembaca harus fokus agar alurnya runut dan dapat dimengerti.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!