Pancar.id – Sega Jamblang adalah makanan khas Cirebon yang memiliki ciri khas penggunaan daun jati sebagai bungkus nasi. Di zaman dahulu, nasi biasa dibungkus menggunakan daun pisang, meski ternyata kemudian diketahui jika daun pisang membuat nasi jadi cepat basi.
Berbeda jika pembungkusnya menggunakan daun jati, nasi lebih awet karena tidak cepat basi. Selain itu, daun jati bisa membuat aroma nasi menjadi sangat sedap, pun lebih terasa pulen dan nikmat.
Diyakini, nasi tidak cepat basi karena uap air dari nasi panas merembes keluar melalui pori-pori daun jati. Karena memang, uap air merupakan faktor yang menentukan apakah nasi cepat basi atau tidak.
Untuk membuat Sega Jamblang hanya diperlukan sebanyak 1 kilogram nasi putih dan 5 lembar daun jati sebagai pembungkus. Bisa juga ditambahkan perkedel kentang sebagai pelengkap.
Menu yang tersedia antara lain sambal goreng (yang agak manis), tahu sayur, paru-paru (pusu), semur hati atau daging, perkedel, sate kentang, telur dadar/telur goreng, telur masak sambal goreng, semur ikan, ikan asin, tahu dan tempe.
Baca: Nikmat Lempah Darat
Penyajian makanannya pun bersifat prasmanan. Sistem pembayarannya mengutamakan kejujuran. Tidak hanya penjual yang harus jujur, pembelinya pun ditanamkan untuk jujur pada setiap item makanan yang ia ambil.
Biasanya penjual menerapkan pola pembayaran di akhir seusai pembeli menyantap makanannya. Pembeli tidak bersikap “darmaji”, dahar lima ngaku siji atau makan lima tapi mengaku satu. Inilah esensi filosofi dari sega jamblang.
Terdapat banyak versi tentang sejarah nasi jamblang. Di tengah masyarakat terdapat versi lisan yang berbeda-beda di masing-masing lokasi. Bahkan mungkin setiap pedagang memiliki versi sejarah tersendiri.
Tetapi secara umum, Sega Jamblang pada awalnya diperuntukkan bagi para pekerja paksa pada zaman Belanda yang sedang membangun Jalan Raya Daendels dari Anyer hingga Panarukan. Rute jalan tersebut melewati wilayah Kabupaten Cirebon, tepatnya di Desa Kasugengan.