Pancar.id – Kaum perempuan di Indonesia diketahui masih rentan untuk mendapatkan kesempatan yang sama dalam berpartisipasi di dunia kerja.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik per Agustus 2021 menunjukkan bahwa angka kesempatan kerja perempuan baru sekitar 53,34 persen atau lebih kecil dari kaum pria yaitu sebesar 82,27 persen.
Oleh karena itulah, sebanyak 63,8 persen dari perempuan tadi memilih bekerja di sektor informal atau lebih besar dari laki-laki (56,61 persen). Kemudian hanya sebesar 32,5 persen dari pekerja perempuan saja yang mampu meraih jenjang karier di tingkatan manajerial dalam berbagai bidang pekerjaan.
Dilansir dari laman InfoPublik, jika menilik dari sisi pengupahan, dengan angka Rp2,35 juta per bulan yang diterima pekerja perempuan, tentunya itu masih lebih kecil dibandingkan dengan apa yang didapatkan pekerja laki-laki yaitu sebesar Rp2,96 juta per bulan.
Diketahui, hal tersebut juga turut dipengaruhi oleh sejumlah faktor tak terlihat (ceiling glass effect) yang menyebabkan perempuan sulit dalam meningkatkan kemampuannya untuk bisa meraih posisi pekerjaan yang lebih baik lagi.
Misalnya adanya stereotipe soal kemampuan perempuan dalam memimpin, kebijakan organisasi yang berbau diskriminasi terhadap perempuan, Kemudian juga masih rendahnya kompetensi, peran ganda perempuan, dan tingginya budaya maskulinitas.
Hal itu pun disampaikan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga dalam webinar Rising to the Top: Women Leadership in Executive Position in IDX200 pada Kamis 21 April 2022.
Kegiatan tersebut merupakan side event dari Business 20 (B20) pada Presidensi G20 Indonesia yang diadakan bertepatan dengan peringatan Hari Kartini.
Bintang mengatakan bahwa Indonesia sangat mendukung hasil G20 Brisbane pada 2014 yang berfokus pada pengurangan kesenjangan partisipasi perempuan di dunia hingga 25 persen di 2025 mendatang. Selain itu, Presidensi G20 Indonesia juga harus dimanfaatkan untuk meningkatkan peran perempuan di dunia kerja dan menghapus kesenjangan upah pekerja perempuan.
Baca : Hari Kartini 2022, Era Kebangkitan Perempuan Lawan Pandemi
“Dengan membawa semangat Hari Kartini, saya mengajak semua pihak dan negara-negara G20 untuk saling bergandeng tangan bekerja sama demi menjadikan perempuan lebih berdaya. Jika perempuan lebih berdaya, maka anak-anak mereka pun akan semakin sejahtera,” katanya.
Hal senada juga diungkapkan Direktur Sumber Daya Manusia dan Keuangan PT Bursa Efek Indonesia (BEI), Risa E Rustam. Ia menyebutkan bahwa salah satu fokus Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) adalah terwujudnya kesetaraan gender di berbagai bidang.
“Kami mengadakan sensus terkait kepemimpinan perempuan pada tingkat eksekutif. Sensus yang digelar pada Desember 2021 hingga Maret 2022 itu melibatkan 200 emiten dengan kapitalisasi perdagangan terbesar dalam kurun Juli-Desember 2021,” ungkap Risa yang juga merupakan G20 Empower Advocate Indonesia itu.
Selain itu, diketahui dari hasil sensus tersebut, menyatakan bahwa saat ini hanya terdapat 11 persen perempuan saja yang menempati posisi manajerial dan sekitar 4 persen atau 8 orang menjabat sebagai pimpinan tertinggi (Chief Executive Officer/CEO) di delapan korporasi.
“Mereka adalah pimpinan di PT Vale Indonesia Tbk, PT Bank Ganesha Tbk, PT XL Axiata Tbk, PT MNC Studios International Tbk, PT Prodia Widyahusada Tbk, PT Unilever Indonesia Tbk, PT Surya Biru Murni Acetylene Tbk, dan PT Hasnur International Shipping Tbk,” jelasnya.
Risa juga menyebutkan, berdasarkan hasil survei Organisasi Buruh Internasional (ILO) terhadap 416 perusahaan di Indonesia menunjukkan bahwa kurang dari 10 persen saja yang mempunyai pimpinan dari kalangan perempuan bahkan untuk level manajemen.
“Analisa McKenzie Global Institute pun menyebutkan hanya sekitar 13 persen perempuan Indonesia mengisi posisi penting di level manajerial dan hanya lima persen berada di posisi direksi. Di tingkat global, merujuk data Sustainable Stock Exchange Gender Equality 2021 menunjukkan bahwa dari 2.200 perusahaan dengan nilai perdagangan saham terbesar di negara-negara anggota G20, peran pemimpin perempuan masih minim,” ujarnya.
Risa menambahkan, hanya sekitar 20 persen saja berada di posisi manajemen. Kemudian ebanyak 5,5 persen di posisi direksi, dan 3,5 persen sebagai CEO. Dari data-data itu, menunjukkan bahwa peran pemimpin perempuan masih rendah.*
Baca pula : Satelit Nano Pertama di Indonesia Siap Mengorbit