Kembara

Harmoni Agama dan Tradisi Bali di Desa Blimbingsari Jembrana

×

Harmoni Agama dan Tradisi Bali di Desa Blimbingsari Jembrana

Sebarkan artikel ini
Harmoni Agama dan Tradisi Bali di Desa Blimbingsari Jembrana
Doc. Foto: pariwisata.jembranakab.go.id

PANCAR.ID – BALI – Desa Wisata Blimbingsari, yang terletak di Desa Blimbingsari, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana, Bali, menjadi salah satu destinasi religi yang menarik di Bali.

Dikenal dengan gereja tertua yang memiliki desain arsitektur Bali, desa ini menyajikan perpaduan unik antara budaya Bali dan tradisi Kristen yang dipegang teguh oleh warganya.

Desa ini dihuni oleh masyarakat yang mayoritas beragama Kristen, namun tetap mempertahankan kearifan lokal Bali. Sejarah desa ini bermula pada tahun 1939, saat sekelompok orang Kristen dari Denpasar dan sekitarnya pindah dan membentuk komunitas di sebuah hutan yang kemudian menjadi tempat mereka menetap.

Ketut Syuga Ayub, dalam bukunya Blimbingsari The Promise Land: Gereja Kristen Protestan di Bali, menceritakan bahwa para pendatang ini mulai menebang pohon-pohon di hutan untuk menjadikannya sebagai tempat hunian.

Akses menuju desa ini sangat mudah, dengan jarak sekitar 26 kilometer ke barat dari pusat Kota Negara dan 20 kilometer dari Pelabuhan Gilimanuk.

Baca: Harmoni Alam dan Tradisi di Desa Adat Demulih Bali

Setibanya di Desa Blimbingsari, wisatawan akan disambut dengan gapura besar yang dikenal sebagai “Blimbingsari Gate”. Di simpang empat Tugu Salib, yang terletak tidak jauh dari pintu desa, wisatawan dapat melihat simbol salib sebagai titik pusat desa.

Desa Blimbingsari menawarkan suasana asri dengan kebun-kebun tertata rapi di sepanjang jalan dan rumah penduduk. Keindahan desa ini semakin terasa karena kebersihan lingkungan yang terjaga dengan baik, tanpa sampah yang berserakan.

Pada 16 Desember 2011, Desa Blimbingsari resmi ditetapkan sebagai desa wisata oleh Gubernur Bali, setelah melalui perjuangan panjang sejak 2005.

Keunikan lain dari Desa Wisata Blimbingsari adalah konsep pariwisata berbasis masyarakat. Desa ini tidak membangun hotel untuk wisatawan, melainkan menggunakan rumah-rumah warga sebagai penginapan.

Selain itu, mereka juga memberdayakan kelompok kuliner lokal dan melibatkan anak muda setempat sebagai pemandu wisata, memberikan pengalaman yang lebih autentik bagi setiap pengunjung yang datang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!