Pancar.id – Salah satu kuliner dari masyarakat Betawi adalah Ongolongol, sebuah kudapan tradisional yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.
Dikatakan bahwa Ongolongol telah menjadi favorit masyarakat Betawi sejak abad ke-18, sekitar tahun 1870-1942, dan mulai dilestarikan pada awal abad ke-20. Keberadaan kudapan ini turut memeriahkan berbagai tradisi budaya Betawi, seperti pesta pernikahan dan acara khusus lainnya.
Menurut sejarah, istilah “Ongol-ongol” memiliki arti kenyal, lentur, dan lembut, mencerminkan jenis kue yang mengadopsi elemen-elemen dari kue-kue Tionghoa.
Cerita dari para sesepuh menyebutkan bahwa asal mula Ongol-ongol mungkin terinspirasi oleh camilan yang sering dikonsumsi oleh tentara Mongolia. Karena kurangnya pengetahuan akan nama asli camilan tersebut, masyarakat Betawi kemudian menyebutnya “Ongol.”
Baca: Kelezatan Kue Cucur Khas Betawi
Ongol-ongol bukan hanya makanan sehari-hari masyarakat Betawi, melainkan juga pelengkap dalam berbagai kegiatan, baik yang bersifat profan maupun sakral. Keunikan kue ini terletak tidak hanya pada namanya, melainkan juga pada bentuk dan rasanya.
Terbuat dari tepung sagu dan gula aren, Ongol-ongol diberi taburan parutan kelapa yang menambah cita rasa gurih dan manis. Masyarakat Betawi biasanya menikmati Ongol-ongol dengan minuman teh tawar hangat, yang membantu menetralkan rasa manisnya.
Ongol-ongol menjadi pilihan populer dalam berbagai kesempatan, dan proses pembuatannya yakni dengan mencampur tepung sagu, gula merah, gula pasir, daun pandan, vanili, dan kelapa parut.
Adonan kemudian dipanggang, dipotong-potong, dan dihiasi dengan kelapa parut. Hidangan ringan ini tidak hanya lezat tetapi juga menjadi perwakilan dari kekayaan kuliner tradisional Betawi yang telah bertahan selama ratusan tahun.