Pancar.id – Sejak pagi pada Rabu (6/4/2022), air Sungai Serayu di wilayah Banjarnegara hitam pekat bercampur lumpur. Sarif Sugiman, warga Desa Kalipelus, yakin jika kondisi tersebut dapat membuat ikan-ikan akan menepi dan dapat diperoleh dengan mudah.
Benar dugaannya. Berbarengan dengan buka puasa, dia menemukan ikan pelus yang berukuran cukup panjang dan besar. Total panjangnya hampir mencapai 2 meter. Sarif kemudian mengabadikan diri bersama ikan pelus itu dan sengunggahnya di sosial media.
Sarif menceritakan jika dalam sepekan lalu, sudah dua kali terjadi hal yang sama. “Minggu lalu ada banjir lumpur. Waktu itu lebih banyak ikan yang mabuk. Tetapi baru semalam saya mendapatkan ikan pelus sebesar itu. Itu ikannya memiliki bobot hingga 12 kg dan langsung ada yang membeli orang Purwokerto,” katanya sebagaimana dihimpun Pancar dari Mongabay Indonesia.
Pekan sebelumnya, sosial media juga digegerkan dengan penemuan ikan pelus yang berukuran nyaris sama dengan yang ditemukan Sarif. Namun informasi tersebut hanya memuat lokasi dimana ikan pelus itu ditemukan, yakni di Desa Karangsalam, Kecamatan Susukan, Banjarnegara.
Baca : Bupati DS, Jadi RT Dulu Bupati Kemudian
Fenomena tidak biasa itu dimanfaatkan warga di sepanjang Sungai Serayu baik yang di Banjarnegara, Banyumas, atau Purbalingga dengan memanen ikan.
Pada peristiwa yang terjadi sepekan lalu, Dinas Perikanan dan Peternakan (Dinkannak) Banyumas telah melakukan inventarisasi ikan mati akibat tingginya lumpur Sungai Serayu. Kepala Bidang Pengembangan Perikanan Dinkannak Banyumas Bambang Purwadi menjelaskan jika berdasarkan data dari petugas lapangan, estimasi ikan mati mencapai angka 8 ton.
Menurutnya, ikan-ikan tersebut mati akibat air Sungai Serayu bercampur lumpur dan mengakibatkan beragam jenis ikan khas sungai setempat seperti baceman, pelus, dan tawes menjadi mati.
Berdasarkan riset yang pernah dilakukan Balai Penelitian Pemulihan Konservasi dan Sumber Daya Ikan pada tahun 2015, ada 14 jenis ikan yang ada di Sungai Serayu bagian hilir. Keempatbelas ikan tersebut diantaranya adalah cengkek, ceracas, kating, membreng, dan beberapa lainnya. Dari empat belas tersebut dua belas diantaranya adalah ikan asli Sungai Serayu.
Tetapi Ketua Forum Masyarakat Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Serayu Hilir Eddy Wahono berpendapat ada sekitar 50 ton ikan yang berhasil ditangkap oleh warga. “Ikan-ikan yang ditangkap warga berada di wilayah Banjarnegara, Purbalingga, hingga Banyumas. Kalau saya hitung, totalnya ada sekitar 50 ton. Ikan-ikan tersebut mabok karena lumpur yang pekat,” katanya.
Banyaknya jenis ikan di Sungai Serayu, tak pelak jika dalam dua kali tercemari lumpur membuat ikan di sungat tersebut mabuk dan banyak yang mati.
Dalang Dibalik Lumpur yang Cemari Serayu
Lumpur yang mencemari Sungai Serayu diidentifikasi berasal dari buangan pengelola Bendungan Mrica, Banjarnegara. Bendungan tersebut dikelola PT Indonesia Power Mrica guna menggerakkan turbin listrik yang diproduksi 180 Megawatt (MW).
Warga sekitar Sungai Serayu menduga keruhnya Sungai Serayu diakibatkan oleh flusing lumpur di Bendungan PLTA Mrica Banjarnegara. Flusing dengan kondisi air yang kental menandakan kandungan lumpur tersebut sangat tinggi.
Keadaan itu menyebabkan insang ikan tertutup lumpur sehingga oksigen tidak dapat masuk ke tubuh ikan. Alhasil, ikan terlihat seperti mabuk atau pingsan, karena tidak dapat bernapas. Umumnya, ikan yang terdampak adalah famili Cyprinidae. Tetapi ternyata ikan pelus yang biasanya dapat hidup di lahan berlumpur pun ikut terdampak.
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Banyumas telah melakukan uji laboratorium pada kekeruhan pertama yang terjadi Jum’at-Sabtu (1-2/4/2022) lalu. Kepala DLH Banyumas Junaidi menyebut, pihaknya telah melakukan enam uji coba, yakni kadar padatan tersuspensi, uji Chemical Oxygen Demand (COD), kadar oksigen terlarut, kadar nitrat, amoniak, serta kekeruhan air (turbidity).
Baca : Mendedah Kisah Chairul Tanjung Si Anak Singkong
“Hasilnya, kadar padatan tersuspensi (TSS) di Sungai Serayu mencapai 956 mg/L hingga 4.954 mg/L. Kadar itu melebihi baku mutu ambang batas maksimum, yakni 50 mg/L,” ujar Junaidi.
Begitu juga dengan COD yang tercatat berkisar 59,58 mg/L hingga 79,78 mg/L, melebihi baku mutu ambang batas yang seharusnya hanya 25 mg/L. Turbidity yang tercatat pun tergolong tinggi, sementara kadar oksigen terlarut sangat rendah karena kurang dari 4 mg/L.
Tidak hanya untuk biota sungai, peristiwa tersebut membuat PDAM Tirta Satria Banyumas yang memproduksi air bersih dari air baku Sungai Serayu turut mengalami kerugian karena tidak bisa memproduksi air bersih.
“Selama beberapa hari, ada 18.000 pelanggan terdampak akibat keruhnya Sungai Serayu,” tutur Direktur Teknik PDAM Banyumas.
Kondisi Sungai Serayu yang pekat membuat Bupati Banyumas Achmad Husein melakukan pertemuan dengan pihak PT. Indonesia Poower Mrica Banjarnegara selaku pengelola. Achmad Husein menyebut bahwa peristiwa itu termasuk force major.
“Pengelola PLTA Mrica mengakui dan berkomitmen untuk mengganti rugi terhadap hilangnya ikan di Sungai Serayu,” pungkasnya.
Baca pula : Pulau Dua, Ekowisata yang Amat Kaya