Kembara

Kuliner Manis Betawi, Santapan Takjil yang Kini Sulit Ditemui

×

Kuliner Manis Betawi, Santapan Takjil yang Kini Sulit Ditemui

Sebarkan artikel ini

Pancar.id – Sudah menjadi kebiasaan jika momen berbuka puasa diawali dengan menyantap kudapan manis. Di Indonesia, makanan manis marak keberadaannya. Di setiap daerah pun memiliki ragam menu-menu takjil yang berbeda dan biasa disajikan khusus ketika bulan Ramadan saja.

Bagi masyarakat suku Betawi yang bermukim di Jakarta dan sekitarnya punya menu yang istimewa. Selain hidangan utama khas Betawi berupa ketoprak, nasi Betawi, nasi uduk, atau semur jengkol, daerah ini pun punya santapan manis yang tak kalah makyus ketika disantap. Beberapa di antaranya sulit dijumpai dan bahkan nyaris langka. Ada apa saja? Yuk simak enam santapan takjil khas Betawi yang sudah jarang dijumpai!

Bluruk

Bluruk adalah sebutan orang Betawi untuk olahan kolang-kaling yang diberi warna-warna mencolok seperti hijau, kuning, dan merah. Warna-warna mencolok itu dihasilkan dari sejumlah bahan seperti air soda, daun suji, sari buah, atau secang.

Sebenarnya, bluruk nyaris persis seperti manisan kolang-kaling dari daerah lain. Dalam suasana Ramadan, bluruk biasa dijaikan pelengkap es campur dan juga kolak, tetapi enak juga jika dimakan langsung ketika selesai diolah.

Cara membuat kudapan ini tergolong mudah dan sederhana, kolang-kaling dicuci menggunakan daun bambu guna menghilangkan rasa asam berikut lendirnya. Kemudian direndam dengan air beras dan direbus bersama daun pandan serta jeruk purut. Setelah matang, kolang-kaling ditiriskan, diberi pewarna dan juga gula sebagai penambah cita rasa manis. Setelah dingin, bluruk pun siap dinikmati.

Baca : Pulau Dua, Ekowisata yang Amat Kaya

Bubur Jali

Bubur jali adalah hidangan yang biasa disajikan ketika berpuasa. Sesuai namanya, makanan ini berbahan utama jali, sejenis sorgum yang bernutrisi tinggi.

Bubur jali dimasak menggunakan campuran daun pandan, garam, gula merah, dan juga santan. Hidangan ini diberi tambahan potongan buah nangka. Rasanya didominasi manis dan sedikit gurih dari santan, tidak jauh beda dengan rasa kolak tetapi hidangan ini bertekstur kental. Sebagai pelengkap, sajian ini bisa juga ditambahkan biji salak.

Kue Bugis

Eits, jangan keliru! Meskipun namanya kue bugis, tetapi kue ini bukan berasal dari Sulawesi Selatan dan diyakini sebagai kuliner tradisional Betawi. Ciri khas dari kue bugis ini adalah memiliki kulit berbahan tepung ketan dengan bagian dalam diisi parutan kelapa yang dimasak bersama gula merah, kemudian dibungkus daun pisang sebelum dikukus.

Kulit kue bugis ini memilii varian warna sesuai dengan bahan pembuatnya, bisa putih jika memakai ketan putih, hitam jika menggunakan ketan hitam, atau hijau dari campuran ketan putih dan daun suji. Tidak hanya warnanya, bentuk kuenya pun bisa beragam, baik itu bulat, limas, atau segi empat.

Keberadaan kue ini lekat dengan lanskap kehidupan dan tradisi Betawi, sebab biasa dihadirkan dalam beragam acara pertemuan keluarga menjelang kenduri. Kue ini bertekstur kenyal dan lengket sebagai representasi hubungan dua keluarga yang kian dekat. Erat.

Baca : Slup-Slupan, Cara Masyarakat Jawa Gelar Syukuran Hunian

Kue Dongkal

Kue dongkal alias dodongkal termasuklah dalam jajanan pasar khas Betawi. Berbahan dasar tepung beras dengan campuran gula aren, kue ini memiliki bentuk yang unik karena dicetak hingga menyerupai tumpeng. Benar-benar mirip sebab berukuran besar, ya meskipun ada sih versi yang lebih kecil.

Dodongkal biasa disajikan ketika masih hangat, asapnya masih mengepul di udara, diletakkan di atas daun pisang, dan diberi taburan parutan kelapa. Bahan pembuatan kue dongkal mirip dengan putu, namun tekstur kue ini lebih kenyal dan tidak diberi pewarna hijau. Di Jawa Barat, kue ini disebut awug.

Untuk dapat mencicipinya, kamu perlu berburu di beberapa pasar tradisional di kawasan Rawa Belong, Jakarta Barat.

Kue Rangi

Beuh, kudapan yang satu ini sudah gak perlu lagi dipertanyakan. Pasalnya, kudapan ini adalah jajanan legendaris khas Betawi dan dikenal dengan nama sagu rangi. Namun tahukah kamu jika rangi sebagai nama makanan ini adalah sebuah singkatan? Adalah digarang wangi, yang merujuk pada proses pembuatannya yang digarang alias dipanggang dalam cetakan besi dengan bara api. Cetakannya tak jauh beda dengan cetakan bandros di Jawa Barat.

Kue rangi terbuat dari sagu aren dengan campuran parutan kelapa kering, tanpa air. Ketika digarang, parutan kelapa mengeluarkan sedikit santan kental sekaligus minyak yang dapat melarutkan sagu aren. Setelah matang, kue rangi disajikan dengan saus gula merah kental atau dibubuhi potongan buah nangka dan durian.

Umumnya, kue ini dijual keliling di sekitaran Jakarta. Tetapi kini keberadaannya dapat dikatakan langka.

Selendang Mayang

Berbuka dengan es yang dingin dan manis memang mantap tiada tara. Lapar dahaga setelah seharian berpuasa akan langsung sirna. Daerah Betawi punya es selendang mayang yang sederhana namun melegenda. Es selendang mayang termasuk hidangan kuno khas Betawi yang hadir dalam acara-acara penting. Meski mudah dibuat, es ini sudah cukup jarang ditemukan.

Kudapan ini berbahan dasar tepung hunkwe yang dimasak dengan campuran air dan gula. Setelah matang, adonan ini dituang ke dalam cetakan selayaknya puding dan diberi pewarna makanan berwarna merah dan hijau untuk membuatnya terlihat meriah. Teksturnya yang kenyal dan menyerupai kue lapis, dipotong-potong dan diberi larutan santan, gula merah atau sirup, dan es batu. Segerr!*

Baca pula : Manten Kucing, Ritual Meminta Hujan Ketika Tanah Kering

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!